Petani di Pangalengan : Petani sayur di Pangalengan, Kab Bandung mengeluhkan kenaikan biaya operasional pertanian akibat lonjakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Salah seorang petani tomat di Pangalengan, Risa Permana (38) mengungkapkan, saat ini seluruh kebutuhan petani ikut naik. “Kenaikan BBM sangat berpengaruh ke petani. Selama ini kan memang pendapatan tidak menentu. Sekarang malah di tambah lagi permasalahan seperti ini, biaya melonjak harga anjlok,” ungkapnya, Selasa (20/9) kemarin.
Salah satu yang menjadi keresahan utama Risa yakni harga pupuk yang juga ikut melangit. Sementara pupuk subsidi yang biasa di andalkannya, kini susah untuk dijumpai.
Harga pupuk kandang misalnya, menurut penuturan Risa, kini telah mencapai harga Rp 12.000/kg dari semula Rp 8.000/kg. Sementara harga pupuk kimia non subsidi kini tembus Rp 900 ribu hingga Rp 1 juta rupiah per 50/kg.
“Nggak bakal mampu petani dengan harga segitu, sekarang kalau kita tidak pakai pupuk kan hasil panennya yang buruk,” ujarnya. “Intinya semua kebutuhan petani sekarang pada naik. Pupuk, operasional kendaraan, bahkan sampai fungisida juga naik,” imbuhnya.
Di tengah kenaikan biaya produksi, para petani juga harus dihadapkan dengan anjloknya harga di pasaran. Risa menyebut saat ini tomat hasil panennya dibanderol Rp 3.000/kg.
“Ya kalau mau bagus mah sebenarnya Rp 5.000 /kg. Itu paling tidak, sudah ada untung lah ke petani,” katanya.
Oleh karenanya, Risa berharap pemerintah segera gerak cepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ia mengaku tak apa jika harga BBM naik, namun harus di kuti dengan harga jual yang stabil. “Artinya harga jual bagus, jadi nggak papa BBM naik yang penting bisa seimbang pendapatan dengan biaya produksi,” ucap Risa.
Sebelumnya, pada Minggu (18/9) lalu keluhan yang sama juga datang dari petani sayur di wilayah Rancabali melalui unggahan video yang beredar luas di media sosial. Bahkan, dalam video itu memperlihatkan beberapa petani memilih untuk merusak tanaman sayuran mereka yang siap panen. Hal itu bentuk kekecewaan anjloknya harga jual sayur.
Sementara itu,
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung, Tisna Umaran membenarkan bahwa saat ini harga memang sedang tidak stabil, walapun menurutnya masih pada kategori aman.
“Masalah pupuk subsidi juga memang saat ini bahannya banyak yang kosong. Kita upayakan juga koordinasi terkait itu,” kata Tisna di hubungi Radar Bandung, Rabu (21/9).
Ia juga menyebut pihaknya tengah menyiapkan beberapa solusi atas keluhan para petani. Salah satu yang di siapkan yakni dengan memotong jalur distribusi dari petani ke konsumen.
Selama ini, sambung Tisna, permasalahan itu memang jadi satu masalah ihwal harga jual yang tidak stabil dan di rasa kurang adil bagi para petani. Harga jual produk yang di rasakan petani berbanding terbalik dengan harga yang beredar di pasar-pasar tradisional maupun modern.
“Jadi saat ini kita sudah siapkan beberapa solusi. Salah satunya nanti di hari Jumat kita akan adakan sosialisasi bagaimana kita memotong jalur distribusi,” ujarnya.
“Ada kasus seperti ini, petani jual bawang merah Rp 17.000 ke bandar, sampai di pasar harganya jadi Rp 35.000 sampai Rp 40.000, itu kan jauh sekali. Nah kita usahakan akan memotong jalur distribusinya, sehingga petani langsung ke konsumen jadi harga jual produk bisa di naikan, di sisi lain konsumen bisa membeli dengan harga yang lebih murah dari harga yang ada di pasaran,” jelas Tisna.
Ia mengaku akan melakukan hal tersebut secara bertahap. Hal itu ia harapkan dapat memberi stimulus keseimbangan harga komoditas dari petani dan juga pasar. “Hari Jumat kita mulai sosialisasikan semoga bisa berjalan dengan baik,” pungkas Tisna.